DomaiNesia
Ragam  

Benahi Tata Kelola Pemerintahan, Kembalikan Marwah Nagari dan Keadilan untuk Rakyat

www.domainesia.com

Gurun — Badan Permusyawaratan Rakyat Nagari (BPRN) Gurun yang dipimpin Irwan Dt. Panduko Basa bersama Kerapatan Adat Nagari (KAN) Gurun yang diketuai Febby Dt. Bangso, menyampaikan keprihatinan mendalam atas kondisi tata kelola pemerintahan nagari yang dinilai semakin jauh dari prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat.

Berbagai temuan lapangan serta aspirasi masyarakat menunjukkan adanya penyimpangan, ketidaktertiban, dan lemahnya perencanaan dalam pelaksanaan pemerintahan nagari. Di antaranya:

1. Penyaluran BLT dilakukan secara sepihak tanpa melalui mekanisme musyawarah dan verifikasi bersama, menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat penerima manfaat.

2. Program Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) dijalankan tanpa Musyawarah Nagari (Musnag) dan tanpa melibatkan BPRN, KAN, maupun tokoh masyarakat.

3. Tapal batas nagari belum diselesaikan secara tuntas, menyebabkan ketidakjelasan administrasi dan potensi sengketa antar nagari.

4. Balairung Nagari kurang mendapat perhatian dalam pemeliharaan, padahal menjadi simbol adat dan pusat musyawarah masyarakat.

5. Peraturan Adat Salingka Nagari belum difasilitasi penyusunan dan pengesahannya, padahal penting untuk menjaga nilai dan norma adat.

6. Proyek Pamsimas menimbulkan keributan karena lemahnya koordinasi dan kurangnya transparansi antara pemerintah nagari dan masyarakat.

7. Pekerjaan fisik tahun 2024 dilaksanakan tanpa proses musyawarah mufakat, menunjukkan absennya perencanaan partisipatif.

8. Kegiatan sosial dan kemasyarakatan hanya sebatas SK panitia tanpa realisasi nyata dan tanpa pelibatan unsur masyarakat.

9. Kerjasama BUMNag dengan kecamatan lain memperlihatkan ketidakmampuan pemerintah nagari dalam mengelola potensi lokal yang sebenarnya cukup besar.

10. Penunjukan pengurus Kopdes Merah Putih dilakukan tanpa proses seleksi terbuka (pansel), berpotensi menimbulkan persoalan hukum dan moral.

11. Arogansi kepemimpinan dan praktik adu domba masyarakat makin sering terjadi, merusak persaudaraan dan marwah Nagari Gurun.

“Pemerintahan nagari harus menjadi pelayan rakyat, bukan tempat memperkaya diri atau kelompok. Nagari tidak boleh dijadikan panggung pencitraan atau arena politik praktis,” tegas BPRN dan KAN dalam pernyataan bersama.

Kedua lembaga nagari tersebut menegaskan bahwa Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) merupakan amanah rakyat yang harus dikelola dengan penuh tanggung jawab, transparan, serta melibatkan masyarakat di setiap tahap perencanaan dan pelaksanaan. Kebijakan nagari harus berpihak pada peningkatan kesejahteraan rakyat, penguatan sumber daya manusia, dan pelestarian adat budaya Nagari Gurun.

Menanggapi temuan Ombudsman serta turunnya tim Kejaksaan ke Nagari Gurun, BPRN dan KAN menilai hal itu sebagai momentum penting untuk pembenahan dan introspeksi, bukan ajang saling menyalahkan.

“Nagari Gurun perlu pemimpin yang terbuka, mau dikritik, dan siap bekerja bersama seluruh unsur masyarakat demi kepentingan bersama — bukan yang menutup diri dan mengadu domba masyarakat,” tegas keduanya.

BPRN dan KAN juga mengajak seluruh unsur nagari — mulai dari perangkat, pemuda, bundo kanduang, alim ulama, hingga cadiak pandai — untuk berani berbicara dan kritis dalam menyampaikan pendapat demi memperbaiki jalannya pemerintahan nagari.

“Sudah saatnya kita kembalikan marwah Nagari Gurun yang beradat, beragama, dan berkeadilan,” seru mereka.

Dengan semangat musyawarah mufakat, warga Nagari Gurun diharapkan menjadi contoh bagi nagari-nagari lain di Luhak Nan Tuo dalam membangun pemerintahan yang jujur, terbuka, bersih, dan berpihak kepada rakyat. (***)