DomaiNesia

DPRD Meranti Mediasi Konflik Lahan, Masyarakat dan PT SRL

dprd-fasilitasi-penyelesaian-konflik-pt-srl-dengan-masyarakat
DPRD Fasilitasi Penyelesaian Konflik PT SRL Dengan Masyarakat
www.domainesia.com

SELATPANJANG – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kepulauan Meranti mengambil langkah proaktif dalam menengahi konflik lahan yang melibatkan PT Sumatera Riang Lestari (SRL) dan masyarakat Desa Tanjung Medang, Kecamatan Rangsang. Mediasi ini diharapkan dapat menghasilkan solusi yang adil bagi kedua belah pihak, sekaligus menjaga iklim investasi di wilayah tersebut.

Upaya mediasi tersebut diwujudkan dalam rapat dengar pendapat yang berlangsung di Kantor DPRD Kepulauan Meranti, Selasa (12/8/2025). Rapat dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Kepulauan Meranti, Khalid Ali, didampingi Wakil Ketua DPRD, Antoni Sidarta SH, dan Ketua Komisi I, H Hatta. Turut hadir sejumlah Anggota Komisi I, Asisten I Setdakab Meranti yang juga Plh Sekda Meranti, Sudandri Jauzah SH, Kabag Hukum Setdakab, Maizatul Baizura, Camat Rangsang, sejumlah kades di Kecamatan Rangsang, perwakilan masyarakat, Anggap Dwi Yugo, kepolisian dari Polsek Rangsang dan Sat Intel Polres Kepulauan Meranti.

Khalid Ali menegaskan komitmen DPRD untuk menyelesaikan konflik ini secepatnya. “Kita ingin masalah konflik antara pihak perusahaan dan masyarakat ini harus segera diselesaikan. Melalui fasilitasi yang dilakukan DPRD diharapkan bisa menemukan jalan keluar dalam penyelesaian,” ungkapnya.

Anggap Dwi Yugo, perwakilan masyarakat, mengungkapkan bahwa dirinya telah dilaporkan ke Polda Riau atas tuduhan provokasi dan pengrusakan fasilitas perusahaan. “Kami dilaporkan ke Polda Riau. Bahkan sudah menjalani proses pemeriksaan. Padahal kami tidak melakukan pengrusakan dan melakukan provokasi seperti yang dituduhkan,” kata Yugo. Ia mengklaim lahan tersebut sebagai haknya berdasarkan Surat Keterangan Tanah (SKT).

Menanggapi laporan tersebut, Antoni Sidarta berharap agar PT SRL bersedia mencabut laporan polisi demi terciptanya suasana musyawarah yang kondusif. “Memang persoalan hukum dan penyelesaian lahan dua hal yang berbeda. Tetapi berkaitan erat. Kami berharap perusahaan bisa segera mencabut laporan dan menyelesaikan secara musyawarah soal sengketa lahan,” pintanya.

H Hatta menambahkan bahwa mediasi ini bertujuan mencari solusi, bukan mencari siapa yang salah. “Kita memfasilitasi ini untuk penyelesaian, bukan saling menyalahkan,” tegasnya.

Sudandri Jauzah SH menjelaskan bahwa pemerintah daerah terus berupaya mencari solusi melalui Forum Dengar Pendapat (FDP). “Dalam rapat sebelumnya, disepakati pemerintah daerah akan menyurati pihak perusahaan agar menahan diri dari kegiatan yang berpotensi memicu permasalahan, dan fokus pada penyelesaian konflik terlebih dahulu,” jelasnya.

Maizhatul Baizura MH menjelaskan bahwa sebagian besar Pulau Rangsang merupakan kawasan hutan produksi yang sebagian izinnya telah diberikan kepada perusahaan pemegang konsesi HTI. “Awalnya, persoalan muncul karena masyarakat masuk ke dalam areal konsesi perusahaan,” jelas Maizhatul. Ia menambahkan bahwa perusahaan memiliki izin konsesi seluas sekitar 18.000 hektare, yang bersinggungan dengan enam desa.

Fahmi, Manejer Humas PT SRL, menjelaskan bahwa perusahaannya telah mengantongi izin dari Kementerian Kehutanan sejak 2007. “Dari total konsesi tersebut, kawasan lindung mencapai 5.120 hektare atau sekitar 28 persen, sedangkan areal budidaya 13.000 hektare dengan luas yang baru ditanam seluas 9.000 hektare,” katanya. Fahmi menegaskan bahwa perusahaan menghormati proses hukum dan berupaya menyelesaikan masalah ini dengan baik. “Kami tidak akan melaporkan masyarakat yang tidak melakukan tindak pidana. Upaya penyelesaian sudah kami lakukan dan sedang berproses,” jelasnya.

Fahmi menambahkan, sejak tahun 2012 perusahaan telah menyalurkan dana tanggung jawab sosial (CSR) sebesar Rp1 miliar per tahun kepada desa-desa di sekitar wilayah operasionalnya.