DomaiNesia

Muflihun Laporkan Pemalsuan Tanda Tangan, Desak Polisi Usut Tuntas

jejak-pemalsuan-tanda-tangan-terungkap,-muflihun-tuntut-keadilan-di-polresta-pekanbaru
Jejak Pemalsuan Tanda Tangan Terungkap, Muflihun Tuntut Keadilan di Polresta Pekanbaru
www.domainesia.com

PEKANBARU – Mantan Sekretaris DPRD Riau, Muflihun, yang pernah menjabat sebagai Pj Wali Kota Pekanbaru, melaporkan dugaan pemalsuan tanda tangan yang mencatut namanya ke Polresta Pekanbaru, Minggu (13/7/2025) malam. Langkah ini diambil setelah Muflihun merasa dirugikan atas pemalsuan tersebut.

Didampingi tim kuasa hukumnya, Muflihun melaporkan bahwa tanda tangan yang tertera dalam dokumen perjalanan dinas tahun 2020 bukanlah miliknya. Laporan ini terkait dengan Surat Perintah Tugas (SPT) Nomor: 160/SPT/ dan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) Nomor: 090/SPPD/ mengenai konsultasi Ranperda Penyelenggaraan Kepemudaan ke Kemendagri, Jakarta, pada 2-4 Juli 2020. “Saya pastikan tanda tangan itu bukan saya. Itu jelas dipalsukan,” tegas Muflihun usai membuat laporan sekitar pukul 20.00 WIB.

Ahmad Yusuf, S.H., kuasa hukum Muflihun, menjelaskan bahwa langkah hukum ini diambil setelah investigasi internal menemukan indikasi kuat pemalsuan dokumen oleh oknum internal Sekretariat DPRD Riau. “Kami menemukan dokumen yang secara terang menggunakan tanda tangan palsu klien kami. Dugaan kuat, ini dilakukan oleh pihak yang punya akses langsung ke dokumen keuangan dan administrasi saat itu,” ujarnya.

Yusuf menambahkan, potensi pemalsuan serupa bisa saja terjadi pada dokumen lain yang saat ini sedang dalam proses penanganan perkara dugaan SPPD fiktif tahun 2020 – 2021 oleh Polda Riau. “Jika semua dokumen ditunjukkan ke klien kami, besar kemungkinan akan terungkap lebih banyak pemalsuan. Klien kami dijadikan kambing hitam oleh pelaku yang ingin menjarah dana daerah,” tegasnya.

Penasihat hukum lainnya, Weny Friaty, S.H., menghubungkan dugaan pemalsuan ini dengan kasus yang pernah melibatkan Plt Sekwan DPRD Riau, Tengku Fauzan Tambusai. “Saat kasus Fauzan disidang, muncul nama staf internal seperti Deni Saputra dan Hendri yang diduga memainkan dokumen dan mencatut nama pejabat demi mencairkan dana fiktif. Sayangnya, mereka belum pernah disentuh hukum secara tuntas,” ungkapnya.

Khairul Ahmad, S.H., M.H., menambahkan bahwa skema pemalsuan ini mengindikasikan adanya jaringan lama yang masih aktif di lingkungan DPRD Riau. “Kami mendalami setiap dokumen dan menemukan pola yang sama. Ini bukan kesalahan Sekwan, tapi jaringan internal yang terus beroperasi. Kami minta Polda serius mengusut aktor-aktor yang pernah disebut di persidangan,” jelasnya.

Dalam sidang kasus SPPD fiktif dengan terdakwa Tengku Fauzan di PN Pekanbaru pada Jumat (4/10/2024), sejumlah saksi mengaku diarahkan oleh Deni dan Hendri untuk meminjamkan nama dalam pembuatan SPPD fiktif, dengan imbalan Rp1,5 juta per transaksi. “Kenapa bisa saksi percaya begitu saja tanpa konfirmasi ke Plt Sekwan?” tanya tim kuasa hukum saat sidang.

Laporan Muflihun telah diterima dengan Nomor: STPLP/533/VII/2025/POLRESTA PEKANBARU, berdasarkan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat. Muflihun menegaskan, laporan ini bukan hanya sebagai pembelaan diri, tetapi juga sebagai upaya mengungkap kebenaran dan membersihkan namanya dari dugaan kriminalisasi. “Saya percaya hukum masih ada. Tapi saya tidak bisa diam saat kehormatan saya diinjak oleh pihak yang menyalahgunakan jabatan dan dokumen,” pungkasnya.