SEPUTARSUMBAR, Tanah Datar – Suasana pemerintahan di Nagari Gurun, Kecamatan Sungai Tarab, Kabupaten Tanah Datar, kembali memanas. Kali ini, persoalan muncul terkait penetapan penerima bantuan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) yang diduga dilakukan secara sepihak oleh Wali Nagari Elmas Dafri tanpa melalui musyawarah nagari bersama Badan Permusyawaratan Rakyat Nagari (BPRN).
Kondisi ini terungkap saat Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sumatera Barat melakukan kunjungan klarifikasi di Nagari Gurun pada Rabu, 19 Juni 2025. Dalam pertemuan itu turut hadir Camat Sungai Tarab, perwakilan Dinas Sosial, Dinas PMDPKB, Inspektorat Tanah Datar, Wali Nagari Gurun Elmas Dafri, serta lima dari tujuh anggota BPRN.
Namun, Ketua BPRN Eldiman absen meski sudah dijemput ke kediamannya. Ia enggan memberikan klarifikasi atas dugaan penggantian nama penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang sebelumnya telah diputuskan dalam Musyawarah Nagari. Padahal, sesuai Undang-Undang Desa No. 6 Tahun 2014, keputusan musyawarah nagari merupakan keputusan tertinggi di tingkat nagari.
Dalam proses klarifikasi, Wali Nagari Elmas Dafri secara terbuka mengakui telah mengganti nama penerima BLT secara sepihak tanpa melalui mekanisme musyawarah luar biasa yang melibatkan BPRN dan unsur kelembagaan lainnya.
Lebih lanjut, ditemukan pula kejanggalan lain, yakni adanya perbedaan antara nama penerima yang tercatat dan orang yang menerima uang bantuan secara langsung. Hal ini disorot sebagai tindakan yang berpotensi masuk dalam ranah pidana.
Ironisnya, dalam berkas dokumen ditemukan berita acara Musyawarah Nagari Khusus yang ditandatangani oleh Eldiman selaku Ketua BPRN dan Wali Nagari Elmas Dafri. Namun, menurut penelusuran BPRN, musyawarah tersebut fiktif karena tidak pernah dilaksanakan. Tidak ada undangan, absensi, dokumentasi foto, ataupun bukti pelaksanaan lainnya.
Sekretaris BPRN, Mardasni, menyatakan bahwa sesuai saran dari Ombudsman RI, akan dilaksanakan musyawarah nagari ulang untuk menyelesaikan dua pokok perkara. Pertama, menentukan ulang penerima bantuan RTLH secara adil. Kedua, mengembalikan enam nama yang dicoret dari daftar penerima BLT ke dalam daftar resmi. Seluruh penerima bantuan akan diverifikasi ulang dan diumumkan secara terbuka di ruang publik.
“Kalau bantuan RTLH yang sudah diberikan oleh wali nagari ternyata bermasalah, itu jadi tanggung jawab pribadi Elmas Dafri. Karena keputusan itu tidak sah dan bisa berimplikasi hukum, termasuk diperiksa oleh BPK karena dananya berasal dari APBN,” ujar Mardasni.
Sebelum pemeriksaan dari Inspektorat, anggota BPRN juga telah dimintai keterangan oleh pihak Kejaksaan terkait pengelolaan dana Badan Usaha Milik Nagari (BUMNag), kerja sama pembangunan, dana desa, hingga bantuan dari perantau dan sumbangan untuk warga sakit yang diduga disalurkan melalui rekening pribadi Wali Nagari.
BPRN juga telah meminta rekening koran BUMNag dari Bank Nagari Tanah Datar untuk mempelajari aliran keuangan.
Total, terdapat 13 laporan masyarakat yang telah disampaikan ke berbagai lembaga seperti Inspektorat, Kejaksaan, dan Ombudsman. Semua laporan tersebut, menurut BPRN, sah dan tidak direkayasa. Namun, laporan-laporan itu sebelumnya tidak pernah ditindaklanjuti oleh Ketua BPRN Eldiman.
“Kami siap memberikan keterangan lengkap kepada aparat penegak hukum dan Ombudsman. Dana desa adalah milik rakyat, bukan milik wali nagari,” tegas Mardasni. (rob)