Padang – Pemerintah Kabupaten Solok Selatan (Solsel) menggandeng Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) WARSI untuk memperkuat program Perhutanan Sosial (PS) berbasis potensi nagari. Kolaborasi multipihak ini menyasar langsung masyarakat pengelola usaha PS.
Upaya sinergis ini diwujudkan melalui forum yang berlangsung di Bappeda Solsel pada Selasa (8/7/2025). Forum tersebut dihadiri oleh berbagai Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS), di antaranya KUPS Kopi Marola Mutiara Suliti, KUPS Beras Organik Simancuang, dan KUPS Kompos Pakan Rabaa.
Wakil Bupati Solsel, Yulian Efi, saat membuka forum tersebut menyampaikan bahwa kegiatan ini bertujuan menyatukan visi antara pemerintah daerah dan masyarakat dalam mengembangkan potensi lokal secara berkelanjutan. “Kegiatan ini adalah bentuk nyata dan komitmen Solok Selatan dalam membangun perhutanan sosial,” ujarnya.
Plh. Kepala Bappeda Solsel, Zilhamri, menjelaskan, Solsel memiliki 17 Kelompok Perhutanan Sosial (KPS) dengan luas 36.983 hektar. Dari jumlah tersebut, telah terbentuk 33 unit Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) yang bergerak di berbagai bidang usaha seperti kompos, kopi, beras organik, madu, dan jasa lingkungan.
Forum ini menjadi wadah bagi perwakilan Organisasi Perangkat Daerah (OPD), tokoh masyarakat, akademisi, kelompok perhutanan sosial, mitra pembangunan, pemerintah nagari, hingga pemerintah daerah untuk membahas strategi kolaboratif dalam pengelolaan hutan dan pembangunan berbasis potensi nagari.
Forum tersebut juga menghadirkan pemaparan dari pelaku KUPS dampingan KKI WARSI. Di antaranya, KUPS Kompos dari Nagari Pakan Rabaa yang mampu memproduksi 5 ton pupuk kompos per bulan, KUPS Kopi Marola Mutiara Suliti yang telah menghasilkan 100 kg kopi robusta per bulan dan mulai ekspansi ke jaringan pasar, serta KUPS Beras Organik Simancuang yang telah memasarkan 1 ton beras organik setiap tahun dengan praktik pertanian ramah lingkungan.
Para pelaku KUPS menyampaikan capaian, tantangan, hingga kebutuhan sinergi dari pemerintah dan mitra, seperti modal, peralatan, pelatihan, legalitas usaha, dan pemasaran produk. Naspul, perwakilan dari KUPS Kompos Pakan Rabaa, mengungkapkan bahwa permintaan pasar lebih dari 5 ton belum bisa dipenuhi karena sarana produksi terbatas. “Permintaan pasar lebih dari 5 ton belum bisa kami penuhi karena sarana produksi terbatas,” katanya pada Selasa (8/7/2025).
Program Manager KKI WARSI, Riche Rahma Dewita, menyampaikan bahwa KKI WARSI mendampingi KUPS dalam penguatan kelembagaan, peningkatan kapasitas, serta pengembangan usaha melalui program STR (Strengthening from the Roots). Untuk Solsel, program ini telah mengalirkan dana senilai Rp 500 juta untuk mendukung tiga KUPS terkait dalam kurun waktu tiga tahun. “Masyarakat butuh ruang dukungan yang stabil dan berkelanjutan. Mereka sudah membuktikan mampu mengelola, tinggal bagaimana kita memperkuat ekosistem pendukungnya,” ujarnya dalam sambutannya.
Sekretaris Daerah Solsel, Syamsurizaldi, menegaskan bahwa perhutanan sosial telah masuk dalam RPJP Solsel 2025-2045 sebagai bagian dari strategi jangka panjang mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Syamsurizaldi mengatakan, “60% wilayah Solok Selatan adalah kawasan hutan dan 70% masyarakat menggantungkan hidup dari hutan. Maka, keberpihakan terhadap program perhutanan sosial adalah keniscayaan,” tegasnya.
Forum ini menjadi ruang kolaborasi lintas OPD dalam mendukung Perhutanan Sosial di Solsel. Dinas Kehutanan Provinsi Sumbar berkomitmen memperkuat kelembagaan dan manajemen pasca-izin. Dinas Pertanian mendukung pengembangan kompos dan penyediaan bibit. Dinas Koperasi dan UMKM akan memfasilitasi sertifikasi merek dan akses pasar.
Dinas Sosial PMD fokus pada penguatan tata kelola LPHN. Perindagkop mendukung pemasaran melalui gerobak kopi dan fasilitasi cafe KUPS di Galeri Wisata 1000 Rumah Gadang. Sementara itu, Dinas Perkim LH akan mengintegrasikan upaya mitigasi perubahan iklim berbasis kawasan hutan. Kolaborasi ini menegaskan pentingnya sinergi lintas sektor untuk keberlanjutan Perhutanan Sosial.
Kepala Dinas Kehutanan Sumar, Ferdinal Asmin, menyampaikan bahwa pengelolaan hutan harus didasarkan pada tiga pendekatan, yaitu konservasi, kewirausahaan, dan pemberdayaan masyarakat. Ia menyoroti pentingnya sinergi lintas sektor serta digitalisasi pengelolaan PS seperti dashboard GIS, evaluasi berbasis indikator keberlanjutan dan kemitraan multipihak untuk hilirisasi produk PS.
Ferdinal Asmin menambahkan pada Selasa (8/7/2025), pihaknya akan menindaklanjuti semua komitmen OPD, termasuk fasilitasi kegiatan dan penguatan kapasitas kelompok. “Kami akan menindaklanjuti semua komitmen OPD, termasuk fasilitasi kegiatan dan penguatan kapasitas kelompok. Perhutanan sosial bukan hanya soal hutan, tetapi masa depan ekonomi masyarakat Solok Selatan,” pungkasnya.