SELATPANJANG – Sengketa lahan antara Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti dan seorang warga terkait kepemilikan lahan di Jalan Ibrahim, yang dikenal juga sebagai lapangan Torpedo, memasuki babak akhir. Putusan pengadilan diharapkan dapat segera dikeluarkan setelah proses sidang lapangan oleh Pengadilan Negeri (PN) Bengkalis rampung.
Menanggapi hal ini, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti berharap majelis hakim dapat mengambil keputusan yang adil dan bijaksana. Maizatul Baizura, Kabag Hukum Setdakab Kepulauan Meranti, menjelaskan bahwa Pemkab menjadi tergugat I dalam perkara ini. “Pemeriksaan terhadap tergugat I (Bupati Kepulauan Meranti) sudah dilakukan, termasuk saksi-saksi,” ujarnya. Saksi yang dihadirkan antara lain Joko, mantan lurah, perwakilan masyarakat, dan Maizatul Baizura sendiri.
Dalam keterangannya, para saksi memberikan bukti bahwa lahan yang dipersengketakan adalah aset Pemda yang diperoleh dari Kabupaten Bengkalis. Maizatul Baizura berharap hakim dapat menolak seluruh gugatan penggugat. “Kami berharap, berdasarkan surat dokumen, saksi-saksi yang mengetahui sejarah tanah tersebut, dan bukti klarifikasi ke sempadan yang menyatakan tanah itu milik Pemda, hakim bisa bijaksana, menolak semua gugatan dan diputuskan seadil-adilnya,” ungkapnya.
Sengketa ini bermula dari laporan warga terkait penggunaan lahan yang diduga milik Pemda oleh pihak lain. Tim dari Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dan Bagian Pertanahan Lingkungan Hidup Kabupaten Kepulauan Meranti kemudian melakukan pengecekan lapangan. Tim menemukan patok atau tanda sejak zaman Bengkalis yang mengindikasikan lahan tersebut sebagai aset daerah. Pemerintah Daerah (Pemda) kemudian melayangkan surat kepada Suwandi, warga yang mengklaim lahan tersebut miliknya, untuk membongkar bangunan penampungan air yang telah dibangun. Suwandi menentang tindakan Pemda dan akhirnya mengajukan gugatan ke PN Bengkalis, menggugat Bupati Kepulauan Meranti (Pemda) sebagai tergugat I, serta warga yang berbatasan dengan lahan tersebut sebagai tergugat II, III, dan IV.
Ramlan, Ketua Dewan Pendiri Kerukunan Keluarga Besar Pejuang Kabupaten Meranti (KKBPKM) sekaligus Wakil Ketua II Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) Kabupaten Meranti bidang Keamanan, Aset, dan Hukum, turut menyampaikan keprihatinannya atas gugatan ini. “Sejak saya kembali ke Selatpanjang tahun 2012, saya terkejut melihat sudah berdiri bangunan di samping lapangan Terpedo. Padahal sejak dulu kita tahu itu merupakan lahan milik pemerintah daerah. Kami sangat menyayangkan jika lahan itu digugat secara hukum,” katanya. Ia menduga keterlambatan administrasi dalam pengalihan aset dari Kabupaten Bengkalis ke Kabupaten Kepulauan Meranti dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. “Kami sebagai masyarakat punya hak untuk mendukung Pemda dalam mempertahankan aset negara. Jangan sampai mafia tanah menguasai lahan secara melawan hukum,” tegas Ramlan.