SEPUTARSUMBAR, Tanah Datar – Polemik di Nagari Gurun, Kecamatan Sungai Tarab, kian memanas. Wali Nagari Gurun mendapat peringatan keras dari Bupati Tanah Datar menyusul dugaan pelanggaran serius, mulai dari penggantian nama penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) secara sepihak hingga dugaan plagiat dokumen resmi. Proses hukum terhadap berbagai pelanggaran tersebut dikabarkan tetap berjalan.
Lima anggota Badan Permusyawaratan Rakyat Nagari (BPRN) mengecam keras tindakan Ketua BPRN Eldiman. Mereka menyoroti Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Khusus Nagari Gurun yang diterbitkan sejak 1 Juli namun tidak pernah disampaikan secara kelembagaan kepada anggota. “Kami baru mengetahui LHP sudah keluar pada 24 Juli, dan keesokan harinya langsung menggelar rapat untuk merespons temuan tersebut,” ujar Sekretaris BPRN Mardasni.
Mardasni juga menyayangkan sikap Inspektorat yang tidak melibatkan lima anggota BPRN dalam proses klarifikasi. “Jawaban sepihak dari Wali Nagari dan Ketua BPRN bisa mengarah pada upaya mufakat jahat,” tegasnya.
Salah satu temuan krusial adalah ketidaksesuaian jumlah nama penerima BLT yang diganti. “Wali Nagari awalnya mengaku hanya mengganti satu nama, tapi kepada Ombudsman mengakui mengganti enam orang. Anehnya, Eldiman tidak mengoreksi pernyataan tersebut,” tambah Mardasni. Bahkan nama penerima dalam SK berbeda dengan nama yang benar-benar menerima uang bantuan.
Diduga pula terdapat berita acara musyawarah palsu yang ditandatangani Wali Nagari dan Ketua BPRN. “Musyawarah itu tidak pernah ada. Tidak ada undangan, daftar hadir, dokumentasi, semua fiktif,” kata Irwan Dt. Paduko Boso, anggota BPRN yang juga pensiunan anggota Polri dengan masa bakti 30 tahun.
Masalah lain muncul terkait dugaan plagiarisme dokumen koperasi yang diambil dari Nagari Pangian, memperkuat argumen bahwa Wali Nagari tidak memahami etika dan tanggung jawab sebagai pemimpin. “Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014 dan Permendes menekankan pentingnya musyawarah desa sebagai keputusan tertinggi. Ini jelas dilanggar,” tambah Irwan.
Lebih parahnya lagi, penetapan penerima bantuan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) dilakukan tanpa musyawarah. Keputusan tersebut bahkan ditandatangani Eldiman atas nama lembaga BPRN. Hal ini membuat lima anggota BPRN mengajukan mosi tidak percaya dan menggelar pleno untuk meresposisi kepengurusan BPRN, yang hingga kini masih diproses di tingkat camat.
“Kami sudah memenuhi semua arahan dan kelengkapan administrasi sesuai saran Pak Camat. Bahkan pleno penetapan Pengganti Antar Waktu (PAW) anggota BPRN yang meninggal dunia dan reposisi kepengurusan sudah dilakukan dan ditandatangani oleh Eldiman. Namun hingga hari ini masih belum ditindaklanjuti Wali Nagari,” jelas Irwan.
Sejumlah pelanggaran lain juga tengah ditelusuri aparat penegak hukum, termasuk dugaan penyimpangan dalam kerja sama antara BUMNag dan pihak ketiga dengan nilai hampir Rp300 juta tanpa mekanisme lelang. Proyek yang seharusnya mendukung ketahanan pangan lokal justru dilaksanakan di luar wilayah Nagari Gurun.
“Uang Dana Desa dari masyarakat Gurun seharusnya kembali ke masyarakat Gurun, bukan dibawa ke luar. Bisa untuk ternak kambing, ayam, atau ikan, bukan hanya penggemukan sapi,” tegas Irwan.
Lima anggota BPRN mendesak agar Sekretaris Daerah Tanah Datar yang juga mantan Kadis PMD segera memberikan atensi terhadap percepatan SK reposisi dan PAW anggota BPRN. Hal serupa juga disuarakan oleh tokoh muda Nagari Gurun — Medi, Ateng, Dodi, dan Ril Ketua — agar polemik yang berkepanjangan ini segera berakhir dan pelayanan publik kembali berjalan optimal.