SEPUTARSUMBAR, Tanah Datar – Kisruh penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) di Nagari Gurun, Kecamatan Sungai Tarab, Kabupaten Tanah Datar, kembali memicu perhatian publik. Dugaan mal-administrasi oleh Wali Nagari Gurun, Elmas Dafri, memaksa Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sumatera Barat turun langsung ke lapangan.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumbar, Adel Wahid, bersama timnya, melakukan investigasi lapangan usai menerima laporan warga soal dugaan pelanggaran prosedur penetapan penerima BLT. Tim disambut oleh pihak kecamatan, Inspektorat Tanah Datar, Dinas Sosial, serta Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Nagari (PMDPPKB).
Dalam forum terbuka tersebut, Wali Nagari Elmas Dafri mengakui bahwa terdapat perubahan nama penerima BLT tanpa melalui Musyawarah Nagari (Musnag). Bahkan ditemukan fakta bahwa nama yang tercantum sebagai penerima berbeda dengan yang menerima bantuan secara riil, yang dinilai sebagai pelanggaran serius.
“Kami menemukan adanya ketidaksesuaian antara nama penerima dan yang menerima uang di lapangan. Ini membuka potensi penyalahgunaan kewenangan,” ungkap Adel Wahid.
Dari pihak Badan Permusyawaratan Rakyat Nagari (BPRN), Mardasni—yang hadir mewakili Ketua BPRN Eldiman yang menolak hadir meski telah dijemput ke rumahnya—menyatakan bahwa tidak pernah ada musyawarah nagari sebagaimana diklaim oleh pihak nagari.
“Tidak ada undangan, tidak ada daftar hadir, tidak ada notulen, bahkan tidak ada dokumentasi kegiatan seperti foto musyawarah. Ini jelas rekayasa,” tegas Mardasni.
Hal senada juga disampaikan oleh Imal Darwanto, anggota aktif BPRN Gurun. Ia menyebut tindakan Wali Nagari sebagai bentuk pembohongan publik dan pelanggaran kepercayaan masyarakat.
“Apa yang dilakukan ini bukan hanya pelanggaran administratif, tapi juga moral. Ini bentuk nyata dari pengabaian prinsip keterbukaan dan partisipasi,” ujarnya.
Camat Sungai Tarab yang turut hadir dalam pertemuan, bahkan tak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Ia menilai jawaban Wali Nagari cenderung mengelak dan tidak substansial.
“Setiap ditanya, jawabannya hanya ‘aman’ dan ‘sudah sesuai aturan’. Padahal, faktanya jelas-jelas menunjukkan ada pelanggaran,” ucap salah satu pejabat kecamatan yang enggan disebut namanya.
Atas temuan ini, Ombudsman RI meminta agar nama-nama penerima BLT yang sebelumnya dicoret sepihak dikembalikan ke daftar. Selain itu, Musyawarah Nagari Luar Biasa harus segera dilaksanakan dengan prosedur yang benar, dimulai dari rapat internal BPRN sebagai tahap awal.
“Ombudsman juga menegaskan bahwa daftar calon penerima harus diuji publik, diumumkan secara terbuka, dan bisa diakses masyarakat. Ini penting untuk mencegah manipulasi dan penyalahgunaan kewenangan,” tegas Adel Wahid.
Kasus ini menjadi peringatan keras pentingnya tata kelola pemerintahan nagari yang bersih, transparan, dan partisipatif. Masyarakat kini menantikan tindak lanjut dari lembaga pengawas dan aparat hukum agar kejadian serupa tidak terulang. (rob)