SEPUTARSUMBAR, Jakarta – Standarisasi gaji bagi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) kembali menjadi sorotan dalam Rapat Kerja Komisi II DPR bersama Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB).
Anggota Komisi II DPR, Rahmat Saleh, menegaskan pentingnya regulasi yang jelas untuk menghindari ketimpangan penghasilan antar daerah.
Dalam rapat yang digelar di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (5/3/2025), Rahmat menyampaikan bahwa banyak keluhan masuk ke Komisi II terkait ketidakseragaman gaji PPPK di berbagai daerah.
Meskipun penyesuaian gaji mengikuti kemampuan keuangan daerah, ia menilai regulasi khusus tetap dibutuhkan agar tidak terjadi ketidakadilan.
“Banyak pertanyaan yang kami terima mengenai perbedaan standar gaji PPPK. Saya memahami bahwa hal ini mengikuti keuangan daerah masing-masing, tetapi apakah ada aturan yang menetapkan gaji PPPK setidaknya setara dengan UMR atau standar lainnya?” ujar Rahmat.
Rahmat menambahkan bahwa tanpa regulasi yang jelas, kepala daerah dapat memiliki tafsiran berbeda terhadap kemampuan keuangan daerahnya. Oleh karena itu, ia mendesak pemerintah segera menetapkan aturan yang lebih terstruktur agar tidak terjadi kebingungan di lapangan.
“Setiap daerah memiliki kondisi keuangan yang berbeda, dan kepala daerah sering kali memiliki interpretasi masing-masing. Jika tidak ada aturan baku, sulit untuk menjawab pertanyaan yang muncul dari berbagai pihak terkait gaji PPPK,” katanya.
Selain itu, Rahmat juga menyoroti jenjang karir bagi PPPK yang bekerja penuh waktu. Menurutnya, perlu ada kepastian agar mereka yang telah mengabdi tidak tergeser oleh pekerja paruh waktu yang tidak mendapatkan kesempatan yang sama.
“Bagaimana sistem jenjang karir bagi PPPK, khususnya mereka yang bekerja penuh waktu? Jangan sampai mereka tergantikan begitu saja tanpa kepastian masa depan pekerjaan,” tuturnya.
Lebih lanjut, Rahmat menekankan perlunya kebijakan afirmatif dalam seleksi PPPK, terutama bagi tenaga honorer yang telah lama mengabdi. Jika seleksi hanya mengedepankan tes berbasis komputer (CAT), maka mereka yang lebih tua akan kesulitan bersaing dengan lulusan baru yang lebih mahir dalam teknologi.
“Kita harus memastikan ada kebijakan afirmatif untuk tenaga honorer yang sudah bertahun-tahun mengabdi. Jangan sampai mereka tersingkir hanya karena usianya lebih tua. Ini menyangkut aspek keadilan dan kemanusiaan,” tegasnya.
Menanggapi hal tersebut, Menteri PANRB, Rini Widyantini, menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen untuk menata Aparatur Sipil Negara (ASN) secara lebih menyeluruh dan terstruktur. Ia menyampaikan bahwa proses seleksi CASN tetap akan berjalan sesuai rencana yang telah disusun.
“Pemerintah dan DPR berkomitmen menyelesaikan penataan pegawai non-ASN dengan pendekatan yang lebih komprehensif. Seleksi CASN harus diiringi dengan penataan yang lebih baik guna menciptakan birokrasi yang efektif,” ujar Rini.
Dalam kesempatan yang sama, Rini juga mengungkapkan bahwa pemerintah telah membuka seleksi CASN pada 2024 dengan total formasi 248.970 untuk CPNS dan 1.017.111 untuk PPPK, yang menjadi formasi terbesar dalam sejarah. Diharapkan langkah ini dapat mempercepat penataan pegawai non-ASN di seluruh instansi pemerintah.
Sebagai hasil dari rapat tersebut, pemerintah dan DPR sepakat bahwa pengangkatan CPNS akan dilakukan pada Oktober 2025, sementara pengangkatan PPPK dijadwalkan pada Maret 2026. Kebijakan ini bertujuan menyelesaikan penataan pegawai non-ASN sesuai amanat Undang-Undang No. 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara. (ikh)








